Surga Di Dunia
Rahasia keterbatasan dan keberlimpahan
rezeki adalah sesuatu yang tidak dengan mudah difahami oleh orang-orang.
Di satu sisi ada janji Allah Taala di dalam Alquran
kepada orang-orang yang beriman bahwa, ”Memadailah Allah bagi dia yang
bertawakal kepada Allah”.(Q.S. 65:4) dan, ”Ia yang selalu waspada akan
tanggung jawabnya kepada Allah, untuknya Allah akan menyiapkan jalan
keluar dari kesulitan-kesulitannya dan memberinya rezeki dari mana yang
tidak ia duga”(QS.65:3-4). Allah Taala selanjutnya berfirman di dalam Alquran,
bahwa, “Di langit ada rezeki bagi kamu dan juga apa yang dijanjikan
kepadamu.”(QS.51:23) dan lagi, bersumpah dengan zat-Nya, Allah
menyatakan,”Demi Tuhan seluruh langit dan bumi, sesungguhnya Alquran
adalah kebenaran sebagaimana halnya kebenaran apa yang engkau
ucapkan.”(QS.51:24). Demi Rabb langit dan bumi bahwa janji ini benar
adanya, sebagaimana kalian setelah mengatakan sesuatu dengan lidahmu
sendiri dan tidak dapat kemudian mengingkarinya, demikian pula Allah
Taala telah mengucapkan janji semacam itu. Namun, meskipun telah ada
janji-janji ini, nyatanya banyak orang-orang yang saleh dan mutaki serta
berpembawaan baik dan mengamalkan Islam
dengan sebenar-benarnya namun mereka mengalami keterbatasan dalam
rezekinya. Jika ada untuk malam hari, untuk siang tidak ada. Ada untuk
siang untuk malam tidak ada.
Ayat Alquran yang lain “wa liman khaafa
maqaama rabbihi jannataani”(QS.55:47). Memang nampak pemandangan seperti
itu terjadi tetapi pengalaman membuktikan bahwa masalah-masalah ini
tidak dapat dinisbahkan kepada Tuhan. Keyakinan kita adalah bahwa janji
yang diucapkan oleh Allah bahwa Dia sendiri memberi rezeki kepada
orang-orang yang bertakwa adalah benar dan Allah sendiri menganugerahkan
rezeki kepada orang-orang yang bertakwa sebagaimana diterangkan di
dalam ayat-ayat di atas. Semuanya adalah benar dan jika kita mengamati
silsilah para Ahlullah (orang-orang yang dekat dengan Tuhuan),
kita akan mengetahui bahwa tidak ada seorang pun dari antara mereka
pernah terpaksa mati kelaparan. Wujud-wujud suci yang telah diakui
demikian oleh orang-orang beriman yang menjadi saksi tentang ketakwaan
mereka. Namun, bukan itu saja, bahwa mereka tidak mati karena kelaparan,
mereka tidak menderita dari keperihan karena kekurangan rezeki hingga
batas yang mengenaskan, meskipun mereka tidak memiliki standar
kesejahteraan yang memadai.
Rasulullah saw telah menetapkan pola
hidup miskin, tapi dari kedermawanan beliau dapat difahami bahwa ini
adalah kecenderungan hati beliau sendiri bukan suatu bentuk hukuman.
Dengan kata lain, di jalan ini terdapat banyak kesulitan yang harus
diatasi seseorang. Ada beberapa orang yang nampak bertakwa dan saleh
tetapi mereka mengalami keterbatasan rezeki. Menyaksikan semua ini,
sesorang harus mengatakan bahwa janji yang di buat oleh Allah Taala
semuanya benar, tetapi elemen kelemahan manusia perlu diberitahukan.
Dalam masalah ruhani tidak semua orang
memiliki kemampuan untuk memahami natijahnya. Beberapa orang pergi ke
London dan menyaksikan terdapat begitu banyak kebebesan di sana.
Kebiasaan bermabuk-mabukan sedemikian rupa menyebar luas sehingga
toko-toko yang menjual minuman keras membentang sampai tujuh mil. Tidak
ada perbedaan berzina dan bukan zina. Apakah ini surga? Surga bukan
begitu maksudnya. Perhatikanlah, seorang manusia mempunyai seorang istri
dan ia mempunyai hubungan pernikahan dengannya. Burung-burung dan
hewan-hewan juga memiliki hubungan seperti itu. Tetapi Allah Taala telah
membekali manusia dengan kemampuan untuk meraih kesucian dan
kebersihan. Manusia yang memiliki kepekaan dan kekuatan, dengannya ia
meraih kenikmatan yang lebih besar dari hubungan pernikahan dengan
pasangannya dibandingkan dengan hewan-hewan yang tidak memiliki indra
dan pemahaman serupa itu, dan karena itulah, hewan tidak menaruh
penghargaan tertentu kepada pasangan mereka, seperti anjing misalnya.
Jadi jika manusia dengan segala bekal
kecakapannya tidak dapat meraih kenikmatan melalui hubungan yang sah
malah menjalani kehidupan seperti binatang, maka apalagi bedanya antara
mereka dengan binatang? Tuhan yang menyatakan bahwa surga adalah hanya
untuk orang-orang yang beriman dan Dia juga menyatakan bahwa kelezatan
hakiki dari benda-benda yang memberikan kesenangan di dunia ini hanya
dapat dinikmati manakala di dalam diri manusia ada ketakwaan sejati. Ia
yang meninggalkan ketakwaan dan melepaskan dirinya dari kaidah halal dan
haram, orang semacam itu menjatuhkan derajatnya sendiri dan sama
seperti derajat hewan-hewan.
Manakala perbuatan-perbuatan tak senonoh
dilakukan secara terbuka seperti binatang dan tidak ada rasa malu dan
sikap sopan santun satu sama lain, dan jika seseorang memiliki naluri insaniyat,
menyaksikan hal ini ia akan bertaubat ribuan kali dari surga semacam
itu dan dari kesenangan serupa itu dan akan memohon kepada Allah agar
diselamatkan dari kumpulan orang-orang yang dayus dan rendah semacam
itu. Beranggapan bahwa kehidupan kelompok orang-orang semacam itu adalah
kehidupan surgawi adalah benar-benar suatu kebodohan yang melampaui
batas.
Pada hakikatnya kunci surga adalah takwa.
Bagaimana mungkin seseorang yang tidak bertawakal kepada Allah
merasakan kenikmatan sejati? Kadang-kadang disaksikan bahwa orang-orang
yang tidak bertawakal kepada Tuhan, uang mereka dicuri, tiba-tiba jadi
gagu. Dan orang-orang kafir yang disebut-sebut sebagai penghuni surga
mereka nekad melakukan bunuh diri dalam jumlah yang begitu besar dan hal
ini mereka lakukan hanya karena persoalan-persoalan yang sepele.
Keadaan ini membuktikan betapa lemahnya hati dan tidak adanya kekuatan
jiwa mereka, sehingga mereka tidak memiliki kekuatan untuk menanggung
kesedihan. Mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk memikul kesedihan
dan musibah, tidak memiliki sarana untuk meraih kesenangan sejati. Baik
kita dapat memberi pengertian kepada mereka atau tidak, baik mereka
dapat memahaminya atau tidak, persoalan yang sebenarnya ialah bahwa
kenikmatan yang sejati dari benda-benda yang memberikan kepuasan hanya
dapat dinikmati dengan sebenar-benarnya melalui ketakwaan. Orang yang di
dalam dirinya ada ketakwaan, hatinya memperoleh ketenangan dan ada
kesenangan yang abadi (surur). Lihatlah, jika seseorang
memiliki hubungan atau persahabatan dengan orang lain, betapa bahagia
dan tentramnya ia. Tetapi ia yang memiliki hubungan dengan Tuhan akan
lebih besar kenikmatan yang akan ia rasakan. Ia yang tidak memiliki
hubungan dengan Tuhan, bagaimana ia bisa berharap? Sedangkan pengharapan
adalah sesuatu yang darinya dimulai penghidupan surgawi.
Begitu banyak terjadi tindakan bunuh
diri di negeri-negri yang ‘beradab’ ini yang darinya kita dapat
menyimpulkan bahwa sebenarnya disana tidak ada ketentraman. Pada saat
sedikit saja merasa kecewa mereka memilih bunuh diri. Tetapi sesorang
yang memiliki ketakwaan dan memiliki hubungan dengan Tuhan, ia meraih
kebahagiaan yang abadi yang dihasilkan oleh keimanan.
Segala sesuatu di dunia ini mengalami
perubahan dan pertukaran. Bermacam-macam musibah menimpa seseorang.
Penyakit menyerang, kadang-kadang anak seseorang meninggal dunia.
Singkatnya, selalu ada semacam kedukaan atau kesukaran. Dunia ini adalah
tempat kesusahan dan hal-hal ini menyebabkan seseorang tidak dapat
tidur nyenyak. Semakin meluas hubungan seseorang, semakin luas jangkauan
kesulitan dan musibah. Sebagaimana lingkaran hubungan menjadi luas,
kesulitan dan bala musibah ini membuat satu kesedihan menjadi lima
puluh. Jika seseorang hanya seorang diri, ia akan mengalami kesedihan
yang lebih sedikit, tetapi, manakala ia memiliki istri, anak-anak, orang
tua, saudara-saudara laki-laki dan perempuan, dan keluarga yang lain,
maka, jika ada sedikit kesulitan, hal itu menjadi persoalan baginya.
Menimbang keseluruhan hubungan-hubungan ini, seseorang hanya dapat
menemukan kebahagiaan sejati jika tidak serorangpun dari lingkaran
hubungannya ditimpa sakit atau menghadapi persoalan atau kesulitan.
Anggapan bahwa harta kekayaan membawa
kebahagiaan juga tidak benar. Kebahagiaan tidak serta merta datang
dengan melimpahnya harta kekayaan. Meskipun ada harta benda, jika
kesehatan seseorang tidak baik, atau misalnya, seseorang menderita
gangguan perut, apakah akan merasakan kehidupan surgawi? Jadi, dari sini
juga difahami bahwa harta kekayaan bukanlah penyebab adanya
kebahagiaan. Yang benar adalah sesorang yang memiliki hubungan dengan
Tuhan, dialah yang dalam segala seginya, menikmati suatu kehidupan
surgawi. Karena Allah Maha Kuasa dan Dia berkuasa untuk menjauhkan
seseorang dari segala macam bala musibah dan kesulitan. Demikian juga
Dia memiliki kekuatan untuk melindunginya dari kesulitan akibat adanya
persoalan. Bila kesukaran seperti itu harus muncul, maka Tuhan
menganugerahkan kemampuan untuk menghadapinya dengan keberanian dan
ketabahan.
Dimensi total yang diperlukan bagi
kesejahteraan seseorang tidak terletak di tangan raja manapun. Melainkan
semuanya ini hanya ada di tangan Dia, Raja Diraja, yang menganugerahkan
kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kadang-kadang disaksikan bahwa
ada orang-orang tertentu yang memiliki sejumlah besar harta kekayaan
tetapi mereka menjadi korban penyakit paru-paru, dan bagi mereka hidup
menjadi lebih pahit. Jadi, siapa yang dapat mengatasi jutaan persoalan
yang ada pada diri manusia? Jika ada kesedihan, siapa yang dapat
menganugerahkan kesabaran kepada seseorang? Hanya Tuhan yang dapat
memberikannya.
Kesabaran adalah sesuatu yang besar yang
tidak mengijinkan masuknya penderitaan yang berlebihan meskipun pada
saat mengalami kesusahan besar dan musibah. Ada orang yang kaya yang
pada masa senang dan gembira menjadi sangat sombong dan memuji diri
sendiri, tetapi sedikit saja datang persoalan mereka merengek-rengek
seperti anak kecil. Kita tidak pernah mendengar tentang seseorang yang
belum pernah mengalami musibah dan keluarganya tidak pernah menderita
kesedihan. Kehidupan surgawi ini siapa yang dapat memilikinya? Hanya
seseorang yang hanya atas dirinya Tuhan menganugerahkan. Oleh karena itu
merupakan suatu kesalahan besar, melihat seseorang memakai pakaian
‘putih bersih’ dikatakan bahwa orang seperti itu hidup di dalam surga.
Jika kalian datangi dan tanyakan kepada orang seperti itu, maka betapa
banyak bala musibah yang mereka ceritakan. Hanya dengan melihat pakaian
seseorang, atau melihat mereka mengendarai delman atau bermabuk-mabukan
dan beranggapan [bahwa mereka bahagia dan hidup di surga] adalah tidak
benar. Lain daripada itu, suatu kehidupan yang penuh dengan kebebasan
dengan sendirinya adalah kehidupan neraka. Apakah yang melebihi dari
hidup di neraka daripada seseorang yang di dalam hidupnya tidak ada
penghargaan kepada Tuhan dan tidak ada hubungan dengan Tuhan. Seekor
anjing, bebas memakan bangkai atau ia dapat berlaku buruk ia bebas untuk
melakukannya), akankah itu menjadi sebuah kehidupan surgawi? Demikian
pula, seseorang yang memakan bangkai dan melakukan perbuatan buruk, yang
tidak mengenal perbedaan antara harta yang halal dan yang haram, ini
adalah kehidupan penuh laknat, apa hubungannya dengan kehidupan surgawi.
Adalah benar bahwa kehidupan surgawi yaitu suatu keadaan yang di
dalamnya keadaan seseorang terpelihara dari semua penderitaan tetapi
hanya untuk orang-orang yang benar-benar bertawakal kepada Tuhan dan
dengan demikian sesuai dengan janji yang terkandung di dalam ayat “Dan
Dia (Allah) memelihara orang yang saleh”(QS. 7:197).
Mereka berada di dalam perlindungan dan
pemeliharaan Tuhan. Di sisi lain, seseorang yang jauh dari Tuhan
hari-harinya dilewati dengan rasa takut dan kekhawatiran. Ia tidak dapat
menikmati kebahagiaan. Ada seseorang di Sialkot yang biasa menerima
suap. Ia biasa berkata bahwa apa yang selalu ia lihat semuanya adalah
rantai-rantai. Masalahnya adalah perbuatan buruk berakhir dengan akibat
buruk. Karena alasan inilah ruh tidak pernah merasa tentram dengan amal
buruk. Jadi, dimana letak kelezatan dalam keburukan? Setiap perbuatan
amal buruk berbekas di dalam hati dan seseorang merasakan beban berat
atas dirinya dan ia dipaksa untuk bertanya pada dirinya sendiri, ‘betapa
ini suatu kebodohan?’ dan akibatnya ia melaknati dirinya sendiri.
Mereka juga mengalami akhir yang mengerikan.
Singkatnya, hidup tidak lain adalah
untuk memelihara diri seseorang dari perbuatan buruk. Dan bertawakallah
kepada Tuhan, sebab ia yang bertawakal kepada Tuhan sebelum musibah
menimpanya, Tuhan menolongnya pada saat-saat mengalami musibah. Ia yang
tidur sebelumnya, pada saat datang musibah-musibah ia jadi hancur.
Allah Taala Maha Kaya. Manakala
tempat-tempat seperti Beecaner menderita kekeringan, orang di sana
bertindak sedemikian jauh sampai-sampai memakan anak-anak. Hal-hal ini
terjadi karena mereka tidak menjalani hidup mereka untuk siapapun.
Seandainya mereka hidup untuk Allah Taala, maka anak-anak tidak harus
mengalami nasib seperti itu. Sangat jelas dari Hadis dan Alquran Suci
demikian juga dari Kitab-Kitab Suci terdahulu bahwa kadang-kadang amal
buruk orang tua membawa malapetaka bagi anak-anaknya. Ayat Alquran, “Dia
tidak memperdulikan akibat-akibatnya” (QS. 91:16), merujuk kepada hal
ini bahwa mereka yang melewatkan hidup dengan ceroboh, Allah Taala juga
menjadi tidak perduli terhadap mereka. Kalian mengetahui, seseorang
pembantu yang tidak mengucapkan salam kepada majikannya selama beberapa
hari menyebabkan majikannya tidak senang. Jadi mengapa Tuhan harus
peduli dengan ia yang memutuskan hubungan dengan-Nya. Tuhan menyatakan
bahwa Dia menghancurkan mereka dan tidak perduli terhadap keturunan
mereka juga. Dan hal ini dapat difahami bahwa manakala seseorang yang
mutaki beramal saleh meninggal dunia Tuhan memelihara anak keturunannya
sebagaimana dapat dilihat di dalam ayat Alquran, “Ayah mereka dahulu
adalah orang yang saleh.”(QS. 18:83). Karena kebaikan dan kesalehan sang
ayah ini, Tuhan menjadikan nabi-nabi besar seperti Nabi Musa dan Nabi
Khidir bekerja keras, untuk memperbaiki dinding yang sekarang menjadi
milik anak-anaknya. Betapa agungnya derajat yang dimiliki seseorang
seperti itu dalam pandangan Allah. Allah Taala tidak menceritakan
tentang keadaan anak-anaknya melainkan bersikap sattar
(menutupi kelemahan-kelemahan). Karena hal itu akan menodai keagungan
orang tua mereka dan juga karena Tuhan menutupi keadaan sesungguhnya
anak-anak tersebut demi untuk ayah mereka.
Hal yang sama telah disebutkan di dalam
Kitab-Kitab Suci terdahulu di mana Tuhan menyatakan bahwa Dia memelihara
sampai tujuh generasi keturunan seseorang yang saleh. Nabi Daud juga
telah mengatakan bahwa beliau tidak pernah menyaksikan anak-anak
seseorang yang bertakwa mengemis-ngemis minta makanan.
Singkatnya, kenikmatan sejati adalah rezeki dari Allah yang tidak diperoleh oleh mereka yang berada di luar ketaatan kepada-Nya.